PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Profil
Nama Resmi
| : | Provinsi Kalimantan Tengah |
| Ibukota | : | Palangkaraya |
| Luas Wilayah | : | 153.564,50 Km2 *) |
| Jumlah Penduduk | : | 2.446.044 Jiwa *) |
| Suku Bangsa | : | Suku Asli Kalimantan Tengah adalah Suku Dayak, dalam perkembangan selanjutnya Propinsi Kalimantan Tengah juga dihuni oleh suku bangsa lainnya antara lain Suku Banjar, Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Ambon, Padang, dan lainnya. |
| Agama | : | IsLam: 70,86 %, Kristen Protestan: 14,85 %, Katholik: 3,04 %, Hindu: 11,03 %, Budha:0,22 %. |
| Wilayah Administrasi | : | Kab.:13, Kota : 1, Kec.: 136, Kel.: 138, Desa : 1.434 *) |
| Lagu Daerah | : | Kalayar, Naluya, Palu Cempang Pupoi Selain wilayah Administrasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Propinsi KalimantanTengah dalam melestarikan adat istiadat dan budaya setempat, maka dibentuklah Lembaga Adat Kadamangan, yang berjumlah 66. Lembaga ini merupakan mitra Pemerintah Daerah dalam turut serta pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. |
| Website | : | http://www.kalteng.go.id
*) Sumber : Permendagri Nomor 39 Tahun 2015
|
Sejarah
Sejarah Singkat Terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah.
Provinsi
Administratif Kalimantan Tengah terbentuk pada tahun 1950, sejak saat
itu munculah berbagi aspirasi serta keinginan dari kalangan masyarakat
di Kalimantan Tengah yang ingin memiliki Provinsi sendiri, terlepas dari
Provinsi Kalimantan Selatan, yang tidak bersifat administratif tetapi
bersifat otonom.
Prakarsa
serta aspirasi yang muncul tersebut timbul dari hasrat serta keinginan
para tokoh kalangan masyarakat Dayak yang berada di 3 (tiga) Kabupaten,
antara lain Kabupaten Kapuas, Barito dan Kabupaten Kotawaringin, yang
menginginkan dibentuknya Provinsi Kalimantan Tengah yang otonom.
Keinginan
serta aspirasi yang muncul di kalangan masyarakat Kalimantan Tengah
tersebut kemudian dituangkan dalam pernyataan yang disampaikan dan
disalurkan melalui organisasi masa (ormas) maupun melalui saluran partai
politik (parpol) yang ada pada saat itu. Hasrat serta keinginan,
untuk membentuk Provinsi Kalimantan Tengah yang mandiri serta otonom
salah satunya dicetuskan oleh Ikatan Keluarga Dayak (IKAD) yang ada di
Banjarmasin pada awal tahun 1952.
Aspirasi
yang terus berkembang tersebut kemudian disalurkan melalui wadah yang
dibentuk dengan nama ”Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah”
(PPHRKT) di Banjarmasin. Sementara aspirasi masyarakat Kalimantan
Tengah yang juga muncul pada saat itu, yaitu datang dari Serikat
Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI) yang melangsungkan Kongres di Desa
Bahu Palawa, dilaksanakan pada tanggal 22-25 Juli 1953. Salah satu poin
hasil kongres pada saat itu adalah menuntut terbentuknya Provinsi
otonom Kalimantan Tengah.
Pada
tanggal 17 April 1954, ”Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan
Tengah” (PPHRKT) melaksanakan rapat dan menghasilkan kesepakatan
berisi tuntutan agar Pemerintah Pusat segera membentuk Provinsi keempat
yakni Provinsi Otonom Kalimantan Tengah. Resolusi Panitia Penyalur
Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah (PPHRKT) tersebut sebagai reaksi atas
keputusan Pemerintah Pusat di Jakarta pada tanggal 3 Februari 1954,
yang menetapkan bahwa di pulau Kalimantan hanya ditetapkan menjadi 3
(tiga) provinsi saja.
Tuntutan
serta aspirasi dari masyarakat Kalimantan Tengah yang dideklarasikan
dalam resolusi tidak ditanggapi serius oleh Pemerintah pusat dikala
itu. Kabinet serta Parlemen (DPR-RI hasil Pemilu 1955) tetap
menyetujui serta mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956, tentang
Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Timur, yang berlaku terhitung tanggal 1 Januari
1957. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956, yang telah
disyahkan serta yang telah dilegitimasi tersebut menyatakan bahwa “ ...
Kalimantan Tengah akan dibentuk menjadi Provinsi Otonom
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 tahun”.
Atas
terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tersebut, masyarakat
Kalimantan Tengah merasa kurang puas serta menilai bahwa undang-undang
tersebut kurang akomodatif serta tidak aspiratif terhadap tuntutan serta
harapan masyarakat Kalimantan Tengah di masa tersebut.
Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1956, yang kurang akomodatif serta aspiratif tersebut
ketika diterapkan menimbulkan akses yang kurang kondusif ditengah
masyarakat, sehingga menimbulkan efek serta akses lain terhadap kondisi
keamanan dan ketentraman di tengah masyarakat Kalimantan Tengah. Akses
negatif yang ditimbulkan akibat tetap diterapkannya undang-undang nomor
25 Tahun 1956 adalah terjadinya bentrokan bersenjata serta
kesalahpahaman antara aparat keamanan dengan organisasi militan GMTPS
(Gerakan Mandau Talawang Pantja Sila).
Sementera
itu di kalangan masyakat Kalimantan Tengah juga terjadi aktivitas
berbagai golongan di masyarakat, yang juga punya tujuan serta keinginan
yang sama agar Kalimantan Tengah menjadi Provinsi yang otonom dan
mandiri. Hal tersebut tercermin dari hasil Kongres Rakyat Kalimantan
Tengah yang dilaksanakan di Banjarmasin pada tanggal 2 – 5 Desember
1956, yang dipimpin oleh Ketua Presidium Mahir Mahar dan tokoh-tokoh
masyarakat Kalimantan Tengah lainnya yang juga hadir.
Kongres
telah melahirkan resolusi serta ikrar bersama, yang berisi poin
“Mendesak kepada Pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu, agar
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, Kalimantan Tengah sudah
ditetapkan menjadi Provinsi yang Otonom”.
Adapun
butir kesepakatan hasil kongres masyarakat yang dilaksanakan di
Banjarmasin yang dilaksanakan pada pada tanggal 2 – 5 Desember 1956,
adalah :
(1). Bersatu tekad, tidak terpisahkan dan konsekwen menyelesaikan perjuangan pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah secepatnya;
(2).
Bersatu tekad tidak terpisahkan untuk mengangkat derajat hidup yang
layak bagi segala lapisan rakyat dalam daerah Kalimantan Tengah
khususnya dan Indonesia umumnya.
Selain itu, kongres juga membentuk Dewan Rakyat Kalimantan Tengah dengan
tugas, menindaklanjuti Keputusan Kongres terutama resolusi. Dewan
Rakyat Kalimantan Tengah mengirim utusan menghadap Gubernur Kalimantan,
selanjutnya Dewan Rakyat Kalimantan Tengah bersama-sama Gubernur Milono
ke Jakarta menghadap Pemerintah Pusat menyampaikan keputusan Kongres
Rakyat Kalimantan Tengah, serta memberikan penjelasan-penjelasan.
Dengan demikian, telah terdapat saling pengertian serta kesesuaian
pendapat antara Dewan Rakyat Kalimantan Tengah dengan Pemerintah Pusat.
Pihak
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan pada
tanggal 28 Desember 1956 Nomor U.P.34/41/24, menetapkan terhitung mulai
tanggal 1 Januari 1957, membentuk Kantor Persiapan Pembentukan Provinsi
Kalimantan Tengah berkedudukan langsung di bawah Kementerian Dalam
Negeri dan sementara ditempatkan di Banjarmasin.
Sebelumnya,
Mendagri menetapkan Surat Keputusan Nomor Des.52/19/10/50 tanggal 12
Desember 1956, tentang Ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956, akan
mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1957. Untuk pelaksanaan Surat
Keputusan Mendagri tersebut, pada tanggal 9 Januari 1957 dilakukan
serah terima kekuasaan pemerintah antara Gubernur Kalimantan R.T.A.
Milono dengan para pejabat Gubernur Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat
dan Kalimantan Timur di Banjarmasin dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri,
dan pada hari itu pula Menteri Dalam Negeri meresmikan Kantor Persiapan
Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah.
Gubernur
R.T.A. Milono selanjutnya mendapat tugas dari Kementerian Dalam Negeri,
yaitu mengemban tugas sebagai Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan
Tengah. Sementara Tjilik Riwut yang pada waktu itu sebagai Bupati Kepala
Daerah Kotawaringin dilantik menjadi residen, bersama-sama dengan
George Obus sebagai bupati Kapuas, yang pada waktu itu ditugaskan
membantu membentuk Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas di Banjarmasin.
Sementara selaku Sekretaris yang bertugas di Kantor Persiapan
Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah ditunjuklah Drs. F.A.D. Patianom.
Dengan
terbentuknya Kantor Persiapan Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah
maka kemudian ditunjuklah R.T.A. Milono sebagai Gubernur, dibantu oleh
2 (dua) orang pejabat senior yaitu Tjilik Riwut dan G. Obus serta
pejabat Pamong Praja berpengalaman Drs. F.A.D. Patianom sebagai
Sekretaris dengan 21 orang personil, bekerja keras menyiapkan segala
sesuatu bagi terwujudnya pembentukan Provinsi Otonom Kalimantan Tengah,
serta selalu menyampaikan laporan kepada Pemerintah Pusat, yaitu kepada
Menteri Dalam Negeri.
Pada
tanggal 23 Mei 1957 diterbitkanlah Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun
1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah
dan Perubahan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur (Lembaran Negara Nomor 53 Tahun 1957, dan Tambahan
Lembaran Negara No. 1284 Tahun 1957).
Dengan
keluarnya Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 yang ditetapkan dan
diundangkan pada 23 Mei 1957, maka berakhirlah tugas R.T.A. Milono
sebagai Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah. Bersamaan dengan
berakhirnya masa tugasnya tersebut, Pemerintah Pusat kemudian menunjuk
dan mengangkat R.T.A. Milono menjadi Gubernur Kalimantan Tengah
definitif.
Pada
saat Kalimantan Tengah masih menjadi Daerah Swatantra, Provinsi
Kalimantan Tengah pada waktu itu masih belum memiliki DPRD. Adapun
Pemilu untuk Pemilihan Anggota DPRD dilakukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1956 tentang Pemilihan Anggota DPRD (Lembaran Negara No.
44 Tahun 1956).
Pelaksanaan
pemilihan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah swatantra yang
pertama kali yaitu dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 1958. Hasil
Pemilu Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah swatantra pada Tahun 1958
telah menetapkan sebanyak 17 orang anggota. Pelantikan para anggota
dewan dilaksanakan pada tanggal 2 April 1959.
Dengan
terbentuknya Kantor Persiapan Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah,
maka mulailah dibicarakan serta difikirkan wacana tentang tempat dan
dimana lokasi ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah akan ditempatkan dan
dibangun. Pada saat itu masyarakat masing-masing memiliki pendapat
yang berbeda-beda tentang dimana lokasi yang ideal sebagai lokasi yang
tepat untuk membangun ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah yang bersifat
otonom.
Berkenaan
dengan permasalahan tersebut maka Gubernur Pembentuk Provinsi
Kalimantan Tengah otonom, R.T.A. Milono mengambil suatu kebijaksanaan,
yaitu membentuk suatu Panitia untuk merumuskan serta menetapkan daerah
atau lokasi yang tepat untuk dijadikan sebagai Ibukota Provinsi
Kalimantan Tengah.
Panitia
kemudian dibentuk oleh R.T.A. Milono pada tanggal 23 Januari 1957 yang
diketuai oleh Mahir Mahar didampingi oleh 6 orang anggota, 2 diantaranya
adalah Tjilik Riwut, selaku Residen Kalimantan Tengah pada waktu itu
dan G. Obus, sebagai Bupati Kepala Daerah Kapuas yang diperbantukan pada
Gubernur Pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah.
Maka
Panitia mengadakan rapat serta berkomunikasi dengan para tokoh
masyarakat di Kalimantan Tengah serta berkoordinasi dengan para pejabat
TNI/ POLRI dan Sipil, Kalimantan di Banjarmasin. Kegiatan tersebut
kemudian mendapat restu dari Kolonel Koesno Utomo, Panglima Tentara dan
Teritorium VI/ Tanjungpura pada waktu itu. Dari hasil pertemuan,
didapat kesimpulan, bahwa wilayah yang akan dijadikan lokasi sebagai
Provinsi Kalimantan Tengah yaitu dipilih desa Pahandut, dikampung Bukit
Jekan dan sekitar Bukit Tangkiling sebagai lokasi Ibukota Provinsi
Kalimantan Tengah.
Alasan atau dasar untuk memilih tempat tersebut menjadi calon lokasi Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah adalah, antara lain :
- Adanya
perbedaan pendapat tentang tempat dan lokasi ibukota Provinsi
Kalimantan Tengah yang akan dibangun pada saat itu di kalangan
masyarakat, misalnya ada yang berkeinginan mengusulkan ibu kota Provinsi
Kalimantan Tengah ditempatkan di Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau,
Buntok, Muara Teweh, Sampit, dan Pangkalan Bun. Dengan adanya perbedaan
pendapat tersebut, maka dipandang perlu diambil sebuah kebijakan dalam
rangka mengatasi perbedaan pendapat yang muncul.
- Panitia
berpendapat dengan alasan tuntutan yang muncul dikalangan masyarakat
tersebut perlu adanya solusi yaitu mencari daerah baru yang dapat
diterima oleh semua masyarakat di Kalimantan Tengah dan para Pejabat
Pemerintah tingkat Kalimantan.
- Panitia
selajutnya berpendapat, alangkah baiknya jika calon ibukota Provinsi
Kalimantan Tengah otonom, lokasinya berada di tengah-tengah Kalimantan
Tengah tujuannya adalah agar masyarakat mudah mencapainya serta mudah
dalam berkoordinasi apabila sudah menjadi ibu kota pemerintahan ;
- Pemilihan
lokasi serta tempat pembangunan ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah
juga ditinjau dari sudut pandang politik, sosial ekonomi, budaya,
pertahanan keamanan dan psikologis.
Pada
pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 menetapkan
bahwa ibukota Provinsi Kalimantan Tengah berlokasi di daerah Pahandut.
Dalam pidatonya Gubernur Kalimantan Tengah otonom R.T.A. Milono
menyampaikan bahwa nama Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah otonom yang
akan bangun adalah didasari oleh jiwa pembangunan serta dilandasi oleh
tujuan yang suci, mulia serta cita-cita yang besar, yang diinginkan oleh
masyarakat Kalimantan Tengah. Dan ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah
otonom diberi nama PALANGKA RAYA. Palangka Raya artinya tempat yang
suci, yang mulia dan besar.
Pada
upacara peresmian Pemancangan Tiang batu Pertama Pembangunan Ibukota
Provinsi Kalimantan Tengah dihadiri dan dilakukan sendiri oleh Persiden
Republik Indonesia yang pertama, yaitu Ir. Soekarno, yang dilaksanakan
pada tanggal 17 Juli Tahun 1957.
Undang-Undang
Darurat Nomor 10 Tahun 1957 kemudian disahkan dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1958 tanggal 17 Juni 1958 (Lembaran Negara No. 62 Tahun
1958 dan Tambahan Lembaran Negara No. 1622), nama ibu kota Provinsi
Kalimantan Tengah dinamakan dengan sebutan ”Palangka Raya”.
Provinsi
Kalimantan Tengah otonom pada saat terbentuk, hanya memiliki 3
Kabupaten Daerah Tingkat II, yaitu Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas
dan Kabupaten Kotawaringin.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
di Kalimantan, Kabupaten tersebut dimekarkan menjadi:
1. Kabupaten Daerah Tingkat II Barito dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yakni :
- Kabupaten Barito Utara, dengan ibukotanya Muara Teweh.
- Kabupaten Barito Selatan, dengan ibukotanya Buntok.
- Kabupaten Barito Selatan, dengan ibukotanya Buntok.
2. Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas (tetap/ tidak mengalami perubahan).
3. Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yakni :
- Kabupaten Kotawaringin Timur, dengan ibukotanya Sampit.
- Kabupaten Kotawaringin Barat, dengan ibukotanya Pangkalan Bun
Dengan
terbangunnya sarana dan prasarana perkantoran serta sarana pendukung
lainnya di Palangka Raya, maka sesuai Surat Keputusan Mendagri tanggal
22 Desember 1959, nomor 52/2/2-206, kedudukan Pemerintah Daerah
Kalimantan Tengah yang semula berada di Banjarmasin bersifat sementara,
kemudian dipindahkan ke wilayah hukumnya sendiri
sesuai dengan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 , yaitu berada
di Palangka Raya, terhitung mulai tanggal 1 Januari 1960.
Sejak
terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah yang beribu kota di Palangka
Raya hingga sekarang, sudah beberapa Gubernur dan wakil Gubernur yang
dilantik serta menjabat sebagai kepala daerah.
Adapun
Gubernur dan Pejabat Gubernur yang pernah dan yang masih menjabat
memimpin Provinsi Kalimantan Tengah sesuai periode waktu pemerintahan,
antara lain :
1. Gubernur R.T.A. MILONO (1957 – 1958)
2 . Gubernur TJILIK RIWUT (1958 – 1967)
3. Gubernur Ir. REINOUT SYLVANUS (1967 – 1978)
4. Gubernur W.A. GARA (1978 – 1983)
5. Gubernur Gubernur EDDY SABARA (1983– 1984) (Pejabat Gubernur)
6. Gubernur GATOT AMRIH, SH. (1984 – 1989)
7. Gubernur Drs. SOEPARMANTO (1989 – 1993)
8. Gubernur WARSITO RASMAN, MA. (1993 – 1999)
9. Pejabat Gubernur RAPPIUDIN HAMARUNG, SH. (1999 – 2000) (Pejabat Gubernur)
10. Gubernur Drs. H. ASMAWI AGANI (2000 – 2005)
11. Pejabat Gubernur Dr. SODJUANGON SITUMORANG, M.Si. (23 Maret 2005 (Penjabat Gubernur) s.d. 4 Agustus 2005)
13. Penjabat Gubernur Drs. HADI PRABOWO, M.M. ( 2015 - Sekarang )
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah yang pernah menjabat :
1. Bapak Ir. REINOUT SYLVANUS
2. Bapak VICTOR PHAING
3. Bapak H. J. ANDRIES
4. Bapak Drs. SISWANTO ADI
5. Bapak Ir. E. GERSON
6. Bapak Drs. NAHSON TAWAY
7. Bapak Ir. H. ACHMAD DIRAN (2005- 2015).
2. Bapak VICTOR PHAING
3. Bapak H. J. ANDRIES
4. Bapak Drs. SISWANTO ADI
5. Bapak Ir. E. GERSON
6. Bapak Drs. NAHSON TAWAY
7. Bapak Ir. H. ACHMAD DIRAN (2005- 2015).
Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pamerintahan
Daerah, maka untuk peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan,serta menghargai aspirasi
masyarakat yang berkembang di daerah, Gubernur Kalimantan Tengah
mengeluarkan surat Nomor 1356/II/Pem, tanggal 30 Desember 1999,
mengusulkan pemekaran Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah.
Dengan
perjalanan yang cukup panjang, akhirnya usulan pemekaran Kabupaten di
Provinsi Kalimantan Tengah disetujui oleh pemerintah pusat, dengan
ditandai diterbitkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002, sehingga
Kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah dimekarkan menjadi 13
Kabupaten 1 kota, yang semula hanya 5 Kabupaten. Hal tersebut ditandai
oleh adanya penambahan 8 Kabupaten Baru yang diresmikan oleh Bapak
Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di Jakarta,
pada tanggal 2 Juli tahun 2002.
Ke 8 (delapan) Kabupaten Baru tersebut adalah :
1. Kabupaten Katingan, dengan Ibukota Kasongan;
2. Kabupaten Seruyan, dengan Ibukota Kuala Pembuang;
3. Kabupaten Sukamara, dengan Ibukota Sukamara;
4. Kabupaten Lamandau, dengan Ibukota Nanga Bulik;
5. Kabupaten Gunung Mas, dengan Ibukota Kuala Kurun;
6. Kabupaten Pulang Pisau, dengan Ibukota Pulang Pisau;
7. Kabupaten Murung Raya, dengan Ibukota Puruk Cahu;
8. Kabupaten Barito Timur, dengan Ibukota Tamiang Layang.
2. Kabupaten Seruyan, dengan Ibukota Kuala Pembuang;
3. Kabupaten Sukamara, dengan Ibukota Sukamara;
4. Kabupaten Lamandau, dengan Ibukota Nanga Bulik;
5. Kabupaten Gunung Mas, dengan Ibukota Kuala Kurun;
6. Kabupaten Pulang Pisau, dengan Ibukota Pulang Pisau;
7. Kabupaten Murung Raya, dengan Ibukota Puruk Cahu;
8. Kabupaten Barito Timur, dengan Ibukota Tamiang Layang.
Demikianlah
sekelumit sejarah singkat terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah,
hingga sekarang ini, yang tidak lepas dari lembaran sejarah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdaulat adil dan makmur, serta
yang dilandasi oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar tahun 1945.
Komitmen
serta keinginan luhur yang telah diamanatkan oleh para pemimpin
pendahulu serta cita-cita yang mulia yang menjadi harapan para pejuang
serta para pemimpin di Kalimantan Tengah, akan terus diperjuangkan
dengan segala kemampuan serta sumberdaya yang ada, dimana Kalimantan
Tengah dibawah Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah
Agustin Teras Narang, SH dan Ir. Achmad Diran, telah mendeklarasikan
serta mencanangkan bahwa Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai Bumi
Pancasila, yang menjadi wadah segala anak bangsa untuk berbakti dan
berkarya, demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Arti Logo

Lambang Daerah Propinsi Kalimantan Tengah berbentuk segilima, warna dasar
Merah dan di tengah lambang berwarna hijau, dengan moto ISEN MULANG (Pantang Mundur).
Segi lima, adalah lambang falsafah hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Merah, adalah lambang keberanian, keperkasaan dalam menghadapi berbagai tantangan yang memecah belah persatuan dan kesatuan.
Hijau, adalah lambang kesuburan bumi Tanbun Bungai dengan berbagai kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Talawang (Perisai),
adalah lambang alat penangkis serangan musuh yang melambangkan
kewaspadaan dan ketahanan masyarakat terhadap anasir - anasir yang
merusak baik dari luar maupun dari dalam.
Belanga (Guci), adalah lambang barang pusaka yang bernilai tinggi, yang melambangkan potensi kekayaan alam Kalimantan Tengah.
Tali Tengang (Tali yang terbuat dari kulit kayu), adalah lambang kekokohan dan kekompakan yang tidak mudah di cerai beraikan.
Kapas dan Parei (Kapas dan Padi),
adalah lambang bahan sandang pangan yang melambangkan kemakmuran bangsa
Indonesia pada umumnya dan rakyat Kalimantan Tengah pada khususnya.
Bintang Lapak Lime ( Bintang Segi Lima), adalah lambang Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Kambang Kapas (Bunga Kapas) 17 buah, Dawen (daun) 8 lembar dan Bua Parei (Buah Padi) 45 butir adalah lambang Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Burung Tingang (Burung Enggang),
adalah lambang pertanda kemakmuran dan kedinamisan serta tekat rakyat
Kalimantan Tengah untuk ikut serta secara aktif pemeliharaan dan
pelestarian lingkungan.
Mandau dan sipet (Parang dan Sumpit)
adalah pasangan senjata yang di buat oleh nenek moyang Suku Dayak
Kalimantan Tengah yang digunakan untuk bekerja, berburu dan menghadapi
serangan musuh.
Garantung (gong)
adalah lambang bahwa masyarakat Kalimantan Tengah menjunjung tinggi
kesenian, kebudayaan, berpandangan optimis dalam menghadapi berbagai
tugas dalam suasana gotong royong sebagai lambang persatuan dan
kesatuan.
Nilai Budaya
Masyarakat
Suku Dayak Kalimantan Tengah sangat menjunjung tinggi kerukunan, saling
menghormati, tolong menolong terhadap sesama manusia baik antara Suku
Dayak sendiri maupun Suku Bangsa lain yang datang atau berada di Bumi
Tanbun Bungai, mereka tidak mempersoalkan terhadap suku-suku bangsa
lain, hal ini terlihat dari budaya masyarakat Dayak yang sangat dikenal
yaitu Budaya Rumah Betang.
Rumah
Betang adalah sebuah rumah panjang yang didalamnya dihuni beberapa
orang/keluarga yang hidup rukun damai antara satu dengan yang lainnya.
Upacara Adat

No comments:
Post a Comment